Sebelumnya asemolas pernah berkisah tentang Danau Sano Nggoang yang terletak di Manggarai Barat, Flores. Ternyata bukan di daerah Manggarai Barat saja yang memiliki danau dengan daya pikat yang mengiur untuk dikunjungi. Di Manggarai Timur juga ada sebuah danau yang mungkin terkadang dilupakan orang. Danau Ranamese, namanya.
Apa kamu sudah pernah berkunjung ke danau ini? Atau kamu hanya bisa melihatnya sepintas saja? Pada bagian kali ini, asemolas mau mengulas kisah tentang Danau Ranamese di Flores ini. Mari simak bersama dan mudah-mudahan dapat bermanfaat untukmu.
Tentang Ranamese
Danau Ranamese terletak di Kabupaten Manggarai Timur tepatnya di Desa Golo Loni, Kecamatan Borong, Flores, Nusa Tenggara Timur. Letak danau ini amat sangat strategis. Kenapa tidak? Karena lokasi danau ini berada tepat di sisi jalan negara yang menghubungkan kabupaten-kabupaten yang ada di Pulau Flores. Danau ini merupakan bagian dari Taman Wisata Alam (TWA) Ruteng.
Danau ini terletak di kawasan hutan lindung. Dengan berselimutkan hutan yang lebat dan terkadang beratapkan kabut membuat udara di tempat ini sangatlah dingin apalagi di malam hari. Danau ini merupakan danau kawah yang memiliki kedalaman kira-kira 23 meter pada bagian cekung dengan ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sedangkan luas area danau ini kira-kira sekitar 11,5 hektar (ha).
Danau Ranamese ini merupakan danau vulkanik. Pada awalnya merupakan kawah gunung berapi yang kemudian tertimbun dan tertutup air dan membentuk danau.
Sejarah Danau Ranamese
Konon pada zaman dulu, ada sekelompok anggota masyarakat yang menetap, hidup, dan tinggal di sebuah perkampungan kumuh di Balus bagian selatan, yang sekarang Desa Nampang Mas. Dalam keseharian, hidup mereka sangat damai dan tentram. Mereka hidup saling berdampingan satu sama lain. Dalam melakukan kegiatan sehari-hari, mereka selalu menyelesaikannya secara gotong-royong atau bersama-sama.
Pada suatu ketika, hampir semua orang yang mendiami kampung tersebut berangkat ke kebun masing-masing untuk bekerja. Yang tinggal dan tetap menjaga kampung hanyalah dua orang. Yang seorang lumpuh dan seorang lagi adalah nenek yang sudah rentan usia sehingga tidak bisa ikut berangkat ke kebun. Jarak gubuk atau rumah antara nenek dan yang lumpuh ini masih terhitung dekat. Kira-kira sekitar 20 meter.
Saat itu, cuaca alam tiba-tiba berubah menjadi tidak bersahabat dengan mereka. Mendung datang menyelimuti perkampungan itu. Hujan deras pun mengguyur daerah itu sehingga menyebabkan orang-orang yang tadinya berangkat ke kebun tidak dapat kembali untuk pulang ke rumah mereka masing-masing.
Hujan pun kian deras turun membuat sang nenek merasa amat sangat kedinginan. Karena cuaca yang dingin membuat sang nenek membutuhkan api untuk menghangatkan tubuhnya. Pada zaman itu belum ada yang namanya korek gas (pemantik) atau korek kayu. satu-satunya cara untuk dapat menyalakan api adalah dengan menggesekkan bambu sampai pada akhirnya gesekan bambu tersebut dapat menghasilkan nyala api. Sang nenek karena usianya yang sudah terlampau tua, tidak sanggup untuk menggesekkan bambu tersebut. Dia sudah tidak bertenaga lagi untuk melakukan hal tersebut.
Sementara di rumah lain, rumah tetangganya, sudah bisa menyalakan api sehingga bisa menghangatkan tubuh dari dinginnya cuaca saat itu. Sang nenek butuh api juga untuk dapat menghilang gigil di badannya. Namun sayangnya, tetangga si nenek tidak dapat menghantarkan api tersebut ke rumahnya karena kondisinya tidak bisa berjalan atau lumpuh.
Karena sudah tidak sanggup lagi menahan dinginnya udara saat itu, sang nenek pun berteriak pada tetangganya untuk meminta bantuan mengantarkan api ke rumahnya.
Tetangga yang lumpuh mendengar teriakan nenek, namun dia tidak mungkin bisa menolong nenek untuk mengantarkan api. Kondisinya yang tidak bisa berjalan dan tidak juga ada media yang bisa memindahkan api di rumahnya ke rumah sang nenek yang tengah kedinginan juga. Satu-satunya yang ada di dekat si lumpuh adalah seekor anjing. Binatang itu memiliki bulu yang sangat tebal berwarna coklat.
Karena besarnya niat serta keinginan untuk membantu sang nenek, muncul ide dari si lumpuh untuk mengirimkan api ke rumah nenek dengan bantuan binatang (anjing) itu. Karena besarnya keinginan untuk berbagi dan menolong nenek, tanpa berpikir dua kali si lumpuh langsung mengikatkan kayu yang sudah memiliki bara api itu pada ekor anjing tadi. Kemudian si lumpuh teriak dan meminta nenek untuk memanggil anjing tersebut ke rumahnya. Nenek pun berteriak memanggil anjing itu ke rumahnya untuk membawa api.
Dalam perjalanan ke rumah nenek, kayu api yang diikatkan di ekor anjing mengenai tubuh anjing tersebut sehingga menyebabkan bulunya terbakar. Karena merasa panas dan pelan-pelan bulu-bulu di tubuhnya terbakar membuat anjing tersebut menggonggong dan meronta-ronta untuk berusaha melepaskan ikatan kayu api di ekornya. Meyaksikan kejadian itu, nenek pun tertawa terbahak-bahak. Perlu diingat, ada kepercayaan dan larangan adat untuk orang-orang tidak boleh menertawakan binatang apalagi anjing, karena jika dilanggar maka dapat menyebabkan sang kuasa marah dan mengirimkan bencana.
Rupanya nenek lupa akan larangan tersebut sehingga ia menertawakan kelakuan anjing yang berteriak dan berusaha melepaskan api di ekornya. Ulah sang nenek menyebabkan sang penguasa alam marah dan mengirimkan bencana berupa longsor ke desa itu. Longsor tadi menutupi seluruh perkampungan dan nenek, si lumpuh, dan anjing ikut terkubur bersama seluruh rumah warga kampung itu. Dari dalam timbunan longsong tadi keluarlah mata air yang lama-kelamaan berubah menjadi sebuah danau. Karena panasnya api yang membakar tubuh anjing tadi menyebabkan danau tersebut menjadi panas.
Ketika hujan reda, seluruh warga kampung yang masih tertahan di kebun akhirnya bisa pulang dan kembali ke kampung. Betapa terkejutnya mereka tak kala mendapati kampung mereka sudah tenggelam dan menjadi danau. Karena takut dan terkejut, akhirnya warga kampung berlari ke bukit dan ketika mereka kembali menoleh ke arah kampung membuat tubuh mereka berubah menjadi patung. Itulah beberapa patung batu yang ada di Bukit Balus, Golo Empo.
Pada suatu ketika, hampir semua orang yang mendiami kampung tersebut berangkat ke kebun masing-masing untuk bekerja. Yang tinggal dan tetap menjaga kampung hanyalah dua orang. Yang seorang lumpuh dan seorang lagi adalah nenek yang sudah rentan usia sehingga tidak bisa ikut berangkat ke kebun. Jarak gubuk atau rumah antara nenek dan yang lumpuh ini masih terhitung dekat. Kira-kira sekitar 20 meter.
Saat itu, cuaca alam tiba-tiba berubah menjadi tidak bersahabat dengan mereka. Mendung datang menyelimuti perkampungan itu. Hujan deras pun mengguyur daerah itu sehingga menyebabkan orang-orang yang tadinya berangkat ke kebun tidak dapat kembali untuk pulang ke rumah mereka masing-masing.
Hujan pun kian deras turun membuat sang nenek merasa amat sangat kedinginan. Karena cuaca yang dingin membuat sang nenek membutuhkan api untuk menghangatkan tubuhnya. Pada zaman itu belum ada yang namanya korek gas (pemantik) atau korek kayu. satu-satunya cara untuk dapat menyalakan api adalah dengan menggesekkan bambu sampai pada akhirnya gesekan bambu tersebut dapat menghasilkan nyala api. Sang nenek karena usianya yang sudah terlampau tua, tidak sanggup untuk menggesekkan bambu tersebut. Dia sudah tidak bertenaga lagi untuk melakukan hal tersebut.
Sementara di rumah lain, rumah tetangganya, sudah bisa menyalakan api sehingga bisa menghangatkan tubuh dari dinginnya cuaca saat itu. Sang nenek butuh api juga untuk dapat menghilang gigil di badannya. Namun sayangnya, tetangga si nenek tidak dapat menghantarkan api tersebut ke rumahnya karena kondisinya tidak bisa berjalan atau lumpuh.
Karena sudah tidak sanggup lagi menahan dinginnya udara saat itu, sang nenek pun berteriak pada tetangganya untuk meminta bantuan mengantarkan api ke rumahnya.
Tetangga yang lumpuh mendengar teriakan nenek, namun dia tidak mungkin bisa menolong nenek untuk mengantarkan api. Kondisinya yang tidak bisa berjalan dan tidak juga ada media yang bisa memindahkan api di rumahnya ke rumah sang nenek yang tengah kedinginan juga. Satu-satunya yang ada di dekat si lumpuh adalah seekor anjing. Binatang itu memiliki bulu yang sangat tebal berwarna coklat.
Karena besarnya niat serta keinginan untuk membantu sang nenek, muncul ide dari si lumpuh untuk mengirimkan api ke rumah nenek dengan bantuan binatang (anjing) itu. Karena besarnya keinginan untuk berbagi dan menolong nenek, tanpa berpikir dua kali si lumpuh langsung mengikatkan kayu yang sudah memiliki bara api itu pada ekor anjing tadi. Kemudian si lumpuh teriak dan meminta nenek untuk memanggil anjing tersebut ke rumahnya. Nenek pun berteriak memanggil anjing itu ke rumahnya untuk membawa api.
Dalam perjalanan ke rumah nenek, kayu api yang diikatkan di ekor anjing mengenai tubuh anjing tersebut sehingga menyebabkan bulunya terbakar. Karena merasa panas dan pelan-pelan bulu-bulu di tubuhnya terbakar membuat anjing tersebut menggonggong dan meronta-ronta untuk berusaha melepaskan ikatan kayu api di ekornya. Meyaksikan kejadian itu, nenek pun tertawa terbahak-bahak. Perlu diingat, ada kepercayaan dan larangan adat untuk orang-orang tidak boleh menertawakan binatang apalagi anjing, karena jika dilanggar maka dapat menyebabkan sang kuasa marah dan mengirimkan bencana.
Rupanya nenek lupa akan larangan tersebut sehingga ia menertawakan kelakuan anjing yang berteriak dan berusaha melepaskan api di ekornya. Ulah sang nenek menyebabkan sang penguasa alam marah dan mengirimkan bencana berupa longsor ke desa itu. Longsor tadi menutupi seluruh perkampungan dan nenek, si lumpuh, dan anjing ikut terkubur bersama seluruh rumah warga kampung itu. Dari dalam timbunan longsong tadi keluarlah mata air yang lama-kelamaan berubah menjadi sebuah danau. Karena panasnya api yang membakar tubuh anjing tadi menyebabkan danau tersebut menjadi panas.
Ketika hujan reda, seluruh warga kampung yang masih tertahan di kebun akhirnya bisa pulang dan kembali ke kampung. Betapa terkejutnya mereka tak kala mendapati kampung mereka sudah tenggelam dan menjadi danau. Karena takut dan terkejut, akhirnya warga kampung berlari ke bukit dan ketika mereka kembali menoleh ke arah kampung membuat tubuh mereka berubah menjadi patung. Itulah beberapa patung batu yang ada di Bukit Balus, Golo Empo.
Suguhan Danau Ranamese
Ketika kamu ingin berkunjung ke suatu tempat wisata, pastilah yang kamu minta dan atau cari informasi tentang hal apa yang menarik ada di lokasi wisata tersebut. Yah, itu merupakan hal yang amat sangat wajar dan semestinya memang seperti itu.
Ada beberapa hal yang bisa kamu temui di sekitar Danau Ranamese. Mulai dari keindahan alam yang masih alam dengan udara yang sejuk dan situasi yang hening membuat tempatnya cocok untuk bersantai. Permukaan air danau sangat tenang dan warna airnya jenih sehingga terkadang bisa dipakai untuk air minum serta irigasi oleh masyarakat sekitar danau.
Di danau ini banyak hidup berbagai jenis ikan. Sehingga aktivitas lain ketika datang dan berkunjung ke tempat ini adalah memancing sambil menikmati heningnya alam. Yah, buat kamu yang hobi memancing mungkin bisa mencoba datang ke tempat ini.
Keunikan dan keunggulan Danau Ranamese adalah kondisi lingkungan yang tenang dan hutan yang masih asri sehingga sangat cocok untuk melepaskan kepenatan dari aktivitas.
Akses Ke Ranamese
Tidak perlu pusing dan susah untuk mencari lokasi Danau Ranamese. Karena posisi lokasinya ada di jalan utama lintas Flores. Amat sangat mudah menemukan jalan masuk utama menuju lokasi ini. Sebab pintu gerbang masuknya dekat dengan jalan negara yang menghubungkan kabupaten-kabupaten di Pulau Flores. Untuk mencapai lokasi ini pun bisa diltempuh dari Ruteng dan atau Borong.
Jika kamu menempuh perjalanan dari Ruteng, maka jarak tempuh perjalanan dengan kendaraannya kira-kira sepanjang 21 kilometer. Dengan lama waktunya kira-kira 30 menit. Sedangkan jika kamu memulai perjalanan atau start dari Borong, maka jarak tempuh perjalanannya kira-kira 35 kilometer. Dan lamanya waktu perjalanan dari Borong ke Danau Ranamese kira-kira selama 45 menit.
Jika kamu ingin mencari situasi yang tenang dengan hutan yang masih alami, mari, datang, kunjungi, dan rasakan keindahan alam Danau Ranamese. Ini merupakan salah satu tempat wisata kebanggaan orang-orang di Nucalale (Pulau Flores).
Ranamese Dan Keheningan Alam
4/
5
Oleh
Molas