Kita semua tahu bahwa awal dan titik sentrum dari suatu hidup berkeluarga adalah perkawinan. Untuk dapat menelusuri hidup berkeluarga dalam masyarakat Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur; istilah perkawinan adat tidaklah boleh diabaikan. Karena dari sanalah hidup perkawinan dan berkeluarga mulai dirakit untuk pertama kalinya.
Sebelum perkawinan pun, ada pusaran-pusaran peristiwa yang mesti dilalui oleh seseorang yang memiliki komitmen ingin membangun hidup berkeluarga. Pusaran-pusaran itu turut menentukan gerak seluruh jalinan peristiwa perkawinan yang terentang panjang itu. Perkawinan adat Manggarai atau masyarakat di daerah manapun, pada akhirnya menjadi 'tonggak sejarah' dan pedoman arah hidup berkeluarga dalam masyarakat. Seluruh landasan hidup mulanya memang dibangun dan disemayamkan dalam perkawinan adat tersebut.
Saat ini asemolas akan coba membahas tentang "Perkawinan Adat Manggarai". Pemaparan ini berdasarkan hasil rangkuman dari beberapa sumber terpercaya.
Apa Itu Perkawinan Adat?
Sebelum membahas tentang 'Perkawinan Adat', perlu kamu ketahui dan pahami apa yang dimaksud dengan 'perkawinan' itu sendiri.
Perkawinan adalah adanya ikatan batin yang terjadi antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang berfungsi sebagai suami isteri yang telah memiliki komitmen untuk membangun dan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia, harmonis, penuh kasih sayang, dan damai.
Sedangkan, 'Perkawinan Adat' adalah suatu peristiwa yang sangat penting yang terjadi dalam kehidupan masyarakat adat, karena suatu proses perkawinan itu bukan hanya semata-mata berkaitan dengan kedua mempelai, tetapi juga berkaitan dengan orang tua kedua pihak, saudara-saudaranya, bahkan keluarga mereka masing-masing.
Dalam masyarakat daerah Manggarai, Flores, momen perkawinan adat ini sangatlah penting. Dan adat dan budaya ini sudah terjadi secara turun-temurun sejak nenek moyang dahulu.
Dasar Perkawinan Adat Manggarai
Dasar utama perkawinan adalah cinta suami-isteri. Cinta itu tentunya menuntut pengorbanan dari dua belah pihak yang telah saling mencintai. Dalam adat istiadat daerah Manggarai, laki-laki harus berani atasi berbagai resiko dan tantangan alam sekalipun. Baik itu banjir, kegelapan malam, hujan yang membawa bala penyakit.
Hal ini dalam bahasa adat orang Manggarai dikatakan: 'wae wa'a toe lelo' (artinya banjir tak dihiraukan), 'wie nendep toe kira' (artinya kegelapan malam tidak dikira), 'usang mela toe kira' (artinya hujan pembawa penyakit tak dihiraukan).
Buat seorang gadis yang sudah dipikat hatinya oleh seorang pemuda pujaan hatinya, usaha untuk melestarikan cintanya, yang terkadang dengan bantuan orang tua selalu ada, seperti dengan meminta doa pada sang dukun;dimana istilah dalam bahasa Manggarai-nya: 'sotor wae botol agu ata mbeko'. Ini bertujuan agar cintanya tidak dapat diganggu dan dihambat oleh laki-laki lain.
Tak dapat disangkal bahwa dari berbagai tradisi lisan yang masih terpelihara di tengah masyarakat Manggarai hingga kini, ada juga perkawinan yang terjadi karena pasangan dijodohkan oleh orang tua. Sekarang yang menjadi pertanyaannya, adalah; "Mengapa orang tua menjodohkan anaknya?".
Berikut beberapa alasan orang tua menjodohkan anaknya:
- Bapak dan ibu suka atau senang dengan calon menantu pria (koa) entah karena alasan tampan (ata reba di'a), pandai dan terampil dalam pekerjaan. Atau suka dengan calon menantu perempuan (wote) sebab sangat cantik (ata molas di'a), terampil dan pandai dalam pekerjaan, pandai membawa diri, ramah, atau hal lainnya. Biasanya tergantung penilaian dari orang tua sendiri. Jika kedua orang tua yaitu pihak laki-laki dan pihak perempuan sudah saling bertemu hati dan sependapat, maka jalur selanjutnya adalah mereka menganjurkan dan terkadang memaksa anak-anak mereka untuk menikah.
- Adanya perasaan takut dalam diri para orang tua, jangan sampai anaknya 'berdarah dingin' (dara luba)yang diyakini sangat sulit menemukan jodoh. Atau karena ada ketakutan dari para orang tua kalau-kalau anak gadisnya akan dilamar oleh pemuda yang tidak mereka suka, dengan menggunakan guna-guna (jato, bura, kerenda, dan lain sebagainya).
- Ada kemungkinan orang tuanya memiliki utang lama yang belum terbayarkan kepada orang tua pemuda yang datang melamar. Persoalan utang-piutang akan diselesaikan dengan menjodohkan anak gadisnya.
- Perkawinan dengan paksaan orang tua dapat terjadi juga karena anak gadisnya telah mendapat 'kecelakaan' (ngoeng lata, loma lata). Jika hal ini yang telah terjadi, maka sikap yang diambil orang tua demi menutupi rasa malu menganjurkan (bahkan memaksa) anak gadisnya menikah dengan pemuda yang telah mencelakakannya.
Perlu diingat bahwa walaupun terjadi perkawinan yang didasari bukan karena cinta sejati antara suami dan isteri, dalam tradisi Manggarai, Flores keluarga yang sudah dibentuk atas dasar perkawinan selalu mengusahakan kerukunan, kedamaian dengan bantuan seluruh keluarga besar.
Bentuk Dan Tujuan Perkawinan Adat
Bentuk perkawinan adat masyarakat Manggarai ada tiga (3) macam, yaitu:
- Perkawinan Cangkang (perkawinan antarklen/suku) Perkawinan cangkang amat sesuai dengan tradisi Gereja Katolik dan iman Kristen. Perkawinan cangkang bertujuan membentuk kekerabatan baru (woe nelu weru atau ine-ame weru). Dengan demikian terjadilah perluasan hubungan kekeluargaan dan nama suku tersebut semakin dikenal oleh suku-suku lainnya.
- Perkawinan Tungku Perkawinan tungku bertujuan untuk melestarikan hubungan kekeluargaan yang telah terbentuk sejak lama agar tidak terputus. Perkawinan tungku pada umumnya berasal dari perkawinan cangkang atau juga perkawinan cako. Lazimnya pada zaman dulu, perkawinan cangkang terjadi antar kampung atau antar ke-dalu-an, asalkan tidak terjadi dengan pihak yang diharamkan atau tidak dengan pihak yang seketurunan (istilah Manggarai-nya: 'toe neki ceki- toe remong empo).
- Perkawinan Cako (perkawinan intraklen/suku)
Perkawinan tungku menurut tradisi orang Manggarai ada bermacam-macam, diantaranya:
- Perkawinan tungku cu atau disebut juga 'tungku dungka'. Dimana terjadinya perkawinan antara anak laki-laki dari saudari dengan anak gadis dari saudara. Hal ini disebut 'cross-coussin'. Namun perkawinan jenis ini sangat dilarang oleh pihak Gereja Katolik Manggarai.
- Perkawinan tungku sa'i atau disebut juga 'tungku ulu'.
- Perkawinan tungku canggot
- Perkawinan tungku anak de due
- Perkawinan tungku salang manga
Untuk bisa mengetahui dengan jelas apakah itu perkawinan tungku atau tidak, maka penting sekali dibuat silsilah keturunan dari orangtua kedua calon mempelai (atau dalam istilah adat Manggarai disebut: 'turuk empo').
Sifat perkawinan adat Manggarai yang luhur dan sejati akan terhindar dari segala macam godaan adalah monogami, satu dengan satu (acer nao-wase wunut), tak terceraikan, abadi (wina rona paka cawi neho wuas-dole neho ajos).
Bersambung...
Adat Dan Pernikahan
4/
5
Oleh
Molas