Senin, 03 Oktober 2016

Catatan Seorang Teman

Baru-baru ini seorang teman menulis status di Facebooknya: "Bagaimana yah caranya ngilangin rasa bersalah pada ibu yang bekerja? Apa lebih baik berhenti kerja saja?".


Wanita Karier Yang Sedang Bekerja


Saya tersenyum membaca status itu.  Saya masih ingat betul,  masa-masa awal kembali bekerja setelah cuti selama tiga (3) bulan. Ugh! Rasanya berat sekali. Dan saya yakin, di luaran sana banyak juga para ibu yang mengalami hal yang sama seperti saya. 


Antara Kerja Dan Anak
Sulit untuk dijawab jika diberi pilihan 'Terus bekerja' atau 'Urus anak di rumah'. Dua hal penting yang selama ini saya butuhkan. Dimana sebagai seorang wanita yang sudah menikah, saya dan suami merindukan hadirnya buah hati tercinta. Di sisi lain, saya memilih kerja untuk membantu suami memenuhi kebutuhan keluarga dan alasan lain yang enggan saya katakan.

Meski saat menjalankan kedua hal itu secara bersamaan sangatlah berat buat saya. Misalkan, dari segi mental, saya merasa 'terteror' oleh perasaan bersalah karena harus meninggalkan bayi dalam asuhan dan pengawasan orang lain. Sementara itu, dari sisi fisik, saya juga seakan digempur 'habis-habisan'. 

Selain tidak bisa tidur malam lebih dari empat jam sebab si kecil sering bangun di tengah malam. Untuk urusan kerja, saya juga harus lebih sering lembur di kantor. Yah maklum, saat itu saya sedang mengerjakan proyek baru yang butuh perhatian lebih.


Antara Kerja Dan Anak


Suami Yang Selalu Suport
Beruntung saya punya suami yang cepat membaca situasi tidak sehat ini. Dia meyakinkan saya agar tidak perlu terlalu merasa bersalah saat meninggalkan si buah hati di rumah. 
"Percayalah, anak kita tahu siapa ibunya. Dia tetap menyayangimu meskipun tidak setiap jam dan menit ada bersamanya. Selamanya engkau akan tetap jadi nomor satu di hatinya". Begitu cara pasangan saya memberikan motivasi dan dukungan. Dan saya pun terdiam.

Ya, jujur harus diakui bahwa rasa bersalah ini sering. Hal ini disebabkan adanya perasaan takut yang mungkin agak berlebihan, kalau-kalau nanti 'si kecil' tidak akan mengenal dan menyayangi ibunya. Ada rasa cemas, mungkinkah ketika dia sakit dan terluka, yang dipanggilnya adalah nama kakek-nenek atau bahkan nama pengasuhnya. Atau, terkadang berpikir tidak siap menerima tak kala anakku lebih memilih tinggal di rumah daripada pergi bersamaku di akhir pekan.

Namun, lagi-lagi dengan tenang dan sabar suami memberi pencerahan agar beban yang ada di kepala tidak lagi menyiksa dan membebankan saya. Karena situasi itu akan sangat berpengaruh pada anak kita nanti. 


Bebaskan Pikiran Demi Kebahagiaan
Pikiran juga ketakutan-ketakutan yang diciptakan sendiri terkadang makin kuat berpengaruh jika tidak segera dibuang jauh-jauh. Sebab kalau terus dipelihara maka akan sangat mengganggu relasi antara ibu dan anak. Karena pada dasarnya, segala situasi bathin atau pikiran ibu secara tak langsung bisa dirasakan oleh 'si kecil'. Pun sebaliknya.

Seperti yang saya alami. Karena terlalu 'sibuk' memikirkan rasa bersalah, tanpa sadar saya malah jadi ibu yang kurang menyenangkan buat anak. Sebab makin jarang tersenyum, bercanda, atau tertawa lepas bersamanya. Boleh dikata jauh dari asyik. 
Inilah yang sebenarnya paling tidak baik menurut saya. 'Membuat anak tidak nyaman' saat ada bersama kita. Jadi bukan semata-mata karena dia ditinggal seharian bekerja.

Bisa jadi, ada yang menganggap pernyataan di atas adalah sebuah pembenaran. Saya tidak akan mengelak. Apalagi membela diri. Tapi saya yakin, setiap anak berhak atas senyum ibunya. 

Anak berhak dan perlu diajak main-main. Bukan dihujani air mata hanya karena ibunya merasa bersalah pulang kemalaman. Bukan pula dijejali kalimat-kalimat permintaan maaf karena harus berangkat ke kantor pagi-pagi.
~~

Ini pendapat dan perasaan saya. Ada yang setuju, banyak juga yang tidak sepaham. Kalau Anda bagaimana?

Untuk sahabat yang mempunyai pengalaman serupa atau mungkin kisah berbeda, bisa tuliskan di kolom komentar. 
Sampai jumpa di kisah berikutnya ya ;)


Bahagia Bersama Keluarga


Related Posts

Catatan Seorang Teman
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Ingin berlangganan artikel Ase Molas? Silahkan daftarkan email Anda di bawah ini: